BOLEHKAH MENGHUBUNGKAN WAKTU TERJADINYA GEMPA DENGAN NOMOR SURAT DAN AYAT PADA AL-QURAN?
A. PENGANTAR
Akhir-akhir ini di negara kita Indonesia sering dilanda bencana alam gempa bumi, dari mulai gempa di Tasikmalaya hingga gempa di Maluku. Gempa bumi tersebut terjadi dalam waktu yang relatif dekat anatara gempa yang satu dengan yang lainnya.
Dibalik seringnya bencana alam gempa bumi ini, ada segelintir orang yang menyebarkan suatu pernyataan bahwa waktu terjadinya gempa bumi itu sesuai dengan nomor surat dan ayat pada Al-Qur’an. Jika dilihat terjemahan dari ayat-ayat yang dihubung-hubungkan, memang sesuai dengan apa yang sedang terjadi pada bangsa ini, yaitu kerusakan, keruntuhan, dan kegoncangan.
Tetapi bolehkah kita menghubungkan waktu terjadinya gempa dengan nomor surat dan ayat pada Al-Qur’an yang sama artinya dengan memvonis rakyat Indonesia yang terkena gempa tersebut sebagai orang kafir seperti yang tercantum pada terjemahan ayat yang dihubung-hubungkan.
Berdasarkan pengantar di atas, penulis tertarik untuk membuat esai yang berjudul “Bolehkah Menghubungkan Waktu Terjadinya Gempa dengan Nomor Surat dan Ayat Pada Al-Quran?”
B. KAJIAN TEORI
Al-Quran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam memercayai bahwa Al-Quran merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril.
Al-Quran terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al -Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.
Ada suatu wacana yang mengkaitkan antara waktu terjadinya beberapa gempa di Sumatera dengan nomor surat dan ayat dalam Al-Quran.
Gempa yang terjadi pukul 8:52 di Jambi dihubungkan dengan Quran Surah 8 (Al-Anfaal) ayat 52,
•
"(keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir'aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. mereka mengingkari ayat-ayat Allah, Maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi amat keras siksaan-Nya." (Q.S. Al-Anfaal 8:52)
Gempa yang terjadi pukul 15:04 di Tasikmalaya dihubungkan dengan Quran Surah 15 (Al-Hijr) ayat 4,
•
"Dan kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang Telah ditetapkan."(Q.S. Al-Hijr 15:04)
Gempa yang terjadi pukul 17:16 di Padang dihubungkan dengan Quran Surah 17 (Al-Israa’) ayat 16,
• •
"Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya." (Al israa' 17:16)
Gempa yang terjadi pukul 17:58 di Padang dihubungkan dengan Quran Surah 17 (Al-Israa’) ayat 58,
"Tak ada suatu negeripun (yang durhaka penduduknya), melainkan kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. yang demikian itu Telah tertulis di dalam Kitab (Lauh mahfuzh)." (Al-Israa' 17:58)
Gempa yang terjadi pukul 21:40 di Maluku dihubungkan dengan Quran Surah 21 (Al-Anbiyaa') ayat 40,
•
"Sebenarnya (azab) itu akan datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong lalu membuat mereka menjadi panik, Maka mereka tidak sanggup menolaknya dan tidak (pula) mereka diberi tangguh." (Al-Anbiyaa' 21:40)
C. PEMBAHASAN
Kewajiban seorang muslim terhadap Al-Quran adalah meyakini kebenarannya, membaca dan menelaah kandungannya, serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Membaca dan menelaah Al-Quran sudah seharusnya berdasarkan pada criteria dan kaidah-kaidah yang telah disepakati para ulama, baik salaf maupun khalaf. Rasulullah bersabda, "Barangsiapa mengatakan sesuatu (terkait) Al-Quran dengan hanya mengikuti ra'yunya(rasio) sendiri, maka tunggulah tempat duduknya dari neraka." (H.R. Tirmidzi). Maka janganlah kita terburu-buru mengaitkan kejadian dengan ayat Al-Quran. Dikhawatirkan sikap tersebut merupakan bagian dari perilaku yang dijelaskan dalam hadits tersebut.
Saya setuju dengan pendapat Al Ustadz Hammad Bin Amir Abu Muawiyah yang mengatakan bahwa pemastian bencana alam yang terjadi di Sumatera adalah suatu azab seperti yang tercantum pada terjemahan ayat-ayat di atas. Hal itu karena yang meninggal banyak di antaranya kaum muslimin yang insya Allah bagus keislamannya. Sedangkan jika ada musibah yang menimpa seorang muslim maka itu merupakan ujian baginya dan merupakan penghapus dosanya. Menghukumi secara mutlak kejadian ini adalah azab yang diperuntukkan untuk mereka semua, adalah hukum yang perlu ditinjau ulang, karena pada zaman para nabi sebelumnya, yang dijatuhkan azab kepada mereka adalah murni orang-orang kafir dan membinasakan mereka semuanya, wallahu a’lam.
Bukankah ini lebih dekat kepada bentuk dugaan dan ramalan dibandingan tafsiran ayat? Orang yang pertama kali berkata demikian berusaha menunjukkan kebenaran isi Al-Quran dengan cara-cara seperti ini, padahal apa yang dia sebutkan tidak ada hubungannya dengan Al-Quran kecuali sekedar angkanya. Tidak dapat diingkari bahwa penyebutan ayat-ayat ini sebagai peringatan kepada kaum muslimin sekalian akan apa yang terjadi, akan tetapi yang diingkari adalah menghubungkan antara keduanya dengan hubungan yang tidak teranggap dalam ilmu tafsir Al-Qur`an, yaitu angka-angka.
Berhubung tidak ada hubungan sama sekali antara beberapa ayat ini dengan peristiwa di Sumatra, Tasikmalaya dan Maluku, maka tentunya kita tidak mempercayai kalau ayat yang diturunkan 15 abad yang lalu ini merupakan peringatan bagi orang-orang yang hidup 15 abad setelahnya bahwa akan terjadi peristiwa pada jam sekian lewat sekian. Karena sama sekali tidak ada dalil yang menunjukkan hal itu, dan menghubungkannya (melalui angka-angka) adalah perbuatan berkata atas nama Allah tanpa ilmu dan itu diharamkan.
Jika ingin mengingatkan kaum muslimin, maka ingatkan mereka dengan semua ayat yang berisi ancaman kepada pelaku maksiat, jangan hanya terbatas pada ayat-ayat ini dan jangan pula menonjolkan korelasi di antara ayat dan sebuah peritiwa (baik/jelek) dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya. Karena membiarkan hal-hal seperti ini berkembang akan membuka pintu-pintu ramalan dan penafsiran Al-Quran dengan penafsiran yang tidak diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
D. KESIMPULAN
Kita sebagai seorang muslim janganlah coba-coba menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan rasionya sendiri. Apalagi dengan menghubung-hubungkan nomor surat dan ayat dengan sebuah peristiwa. Hal itu lebih dekat dengan ramalan-ramalan yang memperkirakan dan menghubung-hubungkan sesuatu yang belum tentu benar dengan Al-Qur’an. Sudah jelas bahwa ramalan dan sejenisnya diharamkan dalam Islam. Jadi dapat dianggap merupakan suatu perbuatan yang diharamkan menghubung-hubungkan waktu sebuah peristiwa dengan nomor dan ayat yang tercantum pada Al-Qur’an.
Jika tujuannya untuk mengajak atau mengingatkan umat muslim kepada jalan yang benar, ungkapkanlah semua ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang jangan dilakukan oleh umat manusia.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Qur%27an
http://al-atsariyyah.com/?p=956#more-956
Percikan Iman No.11 Th X November 2009 M
0 komentar:
Post a Comment